BAB I
PENDAHULUAN
Perdagangan antar negara sekarang ini sudah merupakan hal yang umum dan biasa. Transaksi dapat berjalan lancar dan dalam waktu yang tidak lama. Jika dibandingkan pada masa 15 tahun sebelumnya dimana peralatan dan sarana belum memadai sehingga untuk melakukan suatu transaksi internasional membutuhkan waktu yang lama. Peningkatan tehnologi dalam segala bidang ini sangat membantu negara-negara yang membutuhkan bantuan negara lain untuk mengolahnya produk yang dihasilkan dalam negerinya tetapi masih dalam bentuk setengah jadi. Pedagang, dalam hal ini eksportir/penjual dan importir/pembeli dalam melakukan transaksi melahirkan hak dan kewajiban, baik bagi pihak eksportir maupun bagi pihak importir. Eksporitr wajib menyerahkan barang sesuai dengan perjanjian dan berhak menerima sejumlah pembayaran atas harga barang yang telah diserahkan/dijual. Sedangkan importir wajib menyerahkan sejumlah uang untuk membayar atau melunasi harga barang yang telah diterima/ dibeli dan berhak menuntut penyerahan barang yang telah dibayar/dilunasi harganya tersebut.
Transaksi perdagangan yang para pihaknya berada disuatu tempat yang sama dan saling berhadapan, maka pemenuhan hak dan kewajibannya tidak mengalami banyak masalah karena hak dan kewajiban tersebut dapat dilaksanakan secara langsung (cash and carry). Akan tetapi apabila pembeli dan penjualnya terpisah, antar negara, maka akan menimbulkan beberapa masalah karena perbedaan-perbedaan yang antara lain :
– perbedaan penerapan peraturan oleh sistem hukum masing-masing negara Dalam perdagangan internasional sering terjadi bahwa suatu perjanjian jual beli tidak dapat terlaksana dengan baik disebabkan adanya larangan dari Pemerintah setempat untuk membeli (mengimpor) atau menjual (mengekspor) komoditi tertentu yang merupakan obyek jual beli.
– perbedaan penggunaan mata uang dalam bertransaksi
Penggunaan mata uang asing, nilai tukar mata uang asing tersebut terhadap mata uang setempat harus diperhitungkan dengan cermat agar pihak pembeli tetap mampu membayar bila terjadi devaluasi pada saat harus membayar harga barang yang diterima atau pihak penjual tetap memenuhi standar mutu barang sesuai dengan perjanjian meskipun harus mengalami kerugian.
– perbedaan kebiasaan-kebiasaan umum termasuk istilah-istilah setempat.
Demikian pula dalam melakukan pembayaran transaksi face to face , pembeli akan melakukan pembayaran atas harga barang yang dibeli/diterimanya jika ia telah merasa yakin bahwa kondisi barang yang diterimanya itu sudah sesuai dengan kehendaknya, baik mutu maupun jumlahnya sehingga terjadilan pembayaran secara tunai (cash payment) atau secara kredit. Dalam perdagangan internasional, para pihak tidak berhadapan langsung dan barang yang akan dibeli juga tidak dilihat atau diteliti secara langsung sehingga adalah sangat berisiko tinggi apabila pembeli langsung melakukan pembayaran harga barang yang belum diterima.
Di Indonesia, ketentuan perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 Buku III Bab V Burgerlijk Wetboek (BW). Dari 83 pasal ini, tidak satupun pasal yang mengatur tentang cara pembayaran yang harus digunakan dalam perdagangan. Hal ini disebabkan karena sistem hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka dengan azas kebebasan berkontrak, azas konsensualitas terbuka dan azas kekuatan mengikat dari perjanjian. Ketentuan-ketentuan dalam BW hanya mengatur hal-hal pokok tentang perjanjian jual beli yang umumnya bersifat pelengkap dan akan digunakan jika ada hal-hal yang belum diatur pada perjanjian para pihak. Misalnya dalam Pasal 1478 BW diatur bahwa penjual tidak wajib menyerahkan barang jika pembeli belum melakukan pembayaran. Apabila dalam perjanjian jual beli antara penjual dengan pembeli disyaratkan bahwa penjual harus menyerahkan barangnya terlebih dahulu kemudian setelah pembeli menerima barang tersebut baru dilakukan pembayaran maka jika penjual menolak menyerahkan barang dengan alasan pembeli belum membayar maka penjual dapat dianggap wanprestasi.
Ketentuan mengenai pembayaran, hanya disebutkan dalam pasal-pasal tentang kewajiban pembeli, yaitu Pasal 1513 BW, bahwa kewajiban utama Pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat yang ditentukan dalam perjanjian dan Pasal 1514 BW mengatur bahwa jika penentuan waktu dan tempat tidak diperjanjikan maka akan dilakukan pada waktu terjadi penyerahan barang. Jadi yang diatur hanya mengenai waktu dan tempat pembayaran bukan cara pembayaran, sehingga para pihak bisa menentukan sendiri cara pembayaran dalam perjanjian mereka.
Pembayaran pada transaksi dunia perdagangan di samping dilakukan dengan cara tunai (cash payment), dikenal pula beberapa cara lain, yaitu :
· Pembayaran dimuka (Advance Payment)
Pembayaran yang dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli kepada penjual sebelum barang diterima, bahkan barang tersebut belum dikapalkan. Dalam pembayaran ini kedudukan antara pembeli dengan penjual tidak seimbang, artinya kedudukan penjual sangat diuntungkan karena penjual telah menerima pembayaran dari barang yang belum dikirim sedang pembeli menghadapi risiko pengiriman barang yang sepenuhnya tergantung dari penjual.
· Pembayaran Kemudian (Open Payment)
Pembayaran ini kebalikan dari pembayaran dimuka, dimana pembayaran baru akan dilakukan oleh pembeli setelah menerima barang yang dipesannya. Dalam pembayaran ini kedudukan pembeli lebih diuntungkan karena pembeli telah menerima barang yang belum dibayar sehingga penjual akan menghadapi risiko pembayaran yang sepenuhnya tergantung pada pembeli. Pembayaran ini sering juga dikenal dengan istilah Open Account.
· Collection Draft (Wesel Inkasso)
Pembayaran hanya akan dilakukan oleh pembeli kepada penjual jika pembeli telah menerima dokumen-dokumen barang baik berupa financial document maupun commercial document yang dikirim oleh penjual.
· Konsinyasi (Consigment)
Pembayaran akan dilakukan oleh pembeli jika barang yang dititipkan oleh penjual sudah terjual semuanya. Jadi pembeli dalam hal ini hanya sebagai tempat penitipan untuk menjualkan barang. Apabila barang yang dititip jual tersebut belum terjual maka penjual tidak bisa menuntut pembayaran dari pembeli meskipun barang tersebut telah lama berada ditangan pembeli. Pembayaran ini jelas lebih menguntungkan pembeli, karena pembeli tidak perlu menyediakan modal dan tidak menghadapi risiko kerugian akibat barang yang dijualnya tidak laku. Kebalikannya, penjual menghadapi risiko pembayaran yang sangat tergantung kepada niat baik pembeli.
· Surat Kredit Berdokumen (Letter of Credit)
Surat Kredit Berdokumen atau Letter of Credit yang biasa disingkat dengan L/C, merupakan surat yang diterbitkan oleh bank atas nama nasabahnya yang bertindak sebagai pembeli untuk kepentingan penjual/beneficiary, yang berisikan kesanggupan membayar sejumlah tertentu kepada penjual/beneficiary melalui bank beneficiary jika beneficiary melengkapi semua dokumen yang disebutkan dalam L/C tersebut dan menyerahkannya kepada bank beneficiary.
Dari berbagai cara pembayaran yang dikenal dalam dunia perdagangan maka cara pembayaran dengan letter of credit lah yang paling menguntungkan kedua belah pihak karena kedudukan pembeli / importir maupun penjual / eksportir seimbang. Impotir menyerahkan sejumlah uang yang merupakan pembayaran atas harga pembelian barangnya kepada bank untuk dibukakan atau diterbitkan L/C yang ditujukan kepada eksportir melalui bank korespondennya di tempat eksportir berada. Selanjutnya eksportir menyediakan semua dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut dan menyerahkan ke bank untuk dinegosiasikan. Jadi secara otomatis dan tanpa syarat apapun eksportir melalui perantara Bank Pembuka L/C dan Bank Pembayar akan membayar kepada eksportir jika dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut telah dipenuhi oleh eksportir dan diserahkan ke Bank Pembayar. Kedudukan bank dalam hal ini hanya bertindak sebagai penengah atau perantara karena tidak memihak kepada importir maupun eksportir pada waktu pembayaran dilakukan dan juga sekaligus bertindak sebagai penjamin karena :
a. Bank telah dipercaya dan dikenal bonafiditasnya baik oleh si pembeli maupun oleh sipenjual.
b. Sesuai fungsinya yang berkecimpung dibidang keuangan yang setiap transaksi perdagangannya baik dalam bentuk rupiah maupun dalam bentuk valas dimonitori oleh Pemerintah.
c. Bank tertentu, yang telah mempunyai hubungan operasionil keseluruhan dunia sehingga memudahkan pelaksanaan mekanisme pembayaran melalui bank.
Itulah sebabnya maka cara pembayaran dengan L/C yang paling aman dan banyak digunakan dalam perdagangan internasional.
Rumusan Masalah
Bagaimana peranan perbankan di Indonesia dalam menunjang/ mendukung perdagangan luar negri khusunya dengan menggunakan LC ( Letter of Credit ) ?
BAB II
PEMBAHASAN
Dasar hukum penggunaan L/C sebagai cara pembayaran adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1982 yang mana dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah ini mengemukakan bahwa pembayaran ekspor dan impor dapat dilakukan dengan metode Letter of Credit dan metode Non Letter of Credit. Dalam pelaksanaannya L/C yang digunakan adalah yang diatur dalam Uniform Custom and Practice for Documentary Credit, Revisi 1993, Publikasi ICC No. 500 atau biasa disingkat menjadi UCP No. 500 Revisi 1993, hal ini dikemukakan dalam ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1982 yaitu Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/34/ULN tanggal 17 Desember 1993 dan mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Januari 1994 sampai saat ini.
Jenis-Jenis L/C : L/C yang dapat diterbitkan oleh bank bermacam-macam sifat dan jenisnya, antara lain :
- Revocable Letter Of Credit
Bentuk L/C ini sangat jarang digunakan dalam transaksi perdagangan, baik dalam perdagangan ekspor impor maupun dalam perdagangan interinsuler karena risiko yang sangat besar. L/C ini sewaktu-waktu dapat ditarik atau dibatalkan oleh pihak pembuka L/C tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak lainnya yang ada hubungannya dengan L/C tersebut dengan syarat pihak pembuka L/C harus membayar kembali kepada pihak bank lain yang telah melakukan pembayaran sebelum menerima pemberitahuan pembatalan ini.
Bentuk L/C ini hanya menguntungkan pihak pembeli dan sangat merugikan pihak penjual. Posisi penjual setiap saat bisa dirugikan meskipun kesalahan / kelalaian bukan berada dipihaknya. Menurut Hartono Hadisoeprapto (1984: 30), revocable L/C ini akan menempatkan penjual dalam posisi yang kurang menguntungkan dan bank di Indonesia dilarang untuk menerbitkan revocable L/C.
- Irrevocable Letter Of Credit
a. Irrevocable Unconfirmed L/C
Irrevocable L/C yang hanya diadvis (dikonfirmasikan/diteruskan) melalui bank lain tanpa ada kewajiban lain lagi bagi bank tersebut, misalnya menjamin pembayaran L/C itu dari Advising Bank atau Bank Penerus tersebut.
b. Irrevocable Confirmed L/C
Irrevocable L/C yang disamping diadviskan ke bank lain juga Advising Bank tersebut menjamin pembayaran L/C itu, disamping oleh Bank Pembuka. L/C ini merupakan L/C yang paling aman bagi penjual karena disamping tidak bisa dibatalkan tanpa persetujuan dari semua pihak yang terlibat dalam L/C tersebut juga pembayarannya masih dijamin oleh Advising Bank dan Opening Bank.
- Usance L/C
- Sight L/C
- Red Clause L/C
- Transferable L/C
- Non Transferable L/C
- Documentary L/C
– transport document, berupa dokumen barang dan dokumen pengapalan yang merupakan bukti pemilikan barang; dan
– financial document, berupa bill of exchange atau wesel untuk mendapatkan pembayaran L/C tersebut dari bank pembayar.
- Clean L/C
- Revolving L/C
Berdasarkan sifatnya, maka Revolving L/C ini dibedakan atas :
– Revolving L/C Commulative
Nilai L/C yang belum direalisasi akan digunakan untuk pengiriman barang selanjutnya sehingga pada penggunaan terakhir L/C ini, total nilai tahapan tersebut sama dengan nilai semula.
– Revolving L/C Non-Commulative
Nilai L/C yang direalisasi jika ada sisanya, maka sisanya ini dihapus dan untuk penggunaan berikutnya tetap akan menggunakan nilai L/C yang semula. Jadi setiap kali penggunaan L/C ini nilainya selalu sama meskipun realisasinya tidak sama dan hanya dapat digunakan selama jangka waktu L/C belum berakhir.
- Back to Back L/C
- Standby L/C
Proses Penerbitan dan pembayaran Letter of Credit
Dalam proses dan mekanisme Letter of Credit menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 29/150/KEP/DIR tanggal 31 Desember 1996 dikemukakan 2 hal utama, yaitu :
1. Proses Penerbitan Letter of Credit
Setiap permohonan penerbitan Letter of Credit oleh Pembeli pada bank harus disertai perjanjian jual beli atausales contract antara Pembeli itu dengan Penjual -orang yang tercantum namanya sebagai penerima L/C-. Sales Contract ini merupakan dasar untuk membuka L/C, karena apa yang disyaratkan dalam sales contractinilah yang dituangkan menjadi syarat L/C pula. Mulai dari jenis barang yang dibeli, kapan barang tersebut harus dikirim atau dikapalkan, harga, kuantitas, kualitas barang yang dikirim dan syarat/cara pembayarannya. Kesepakatan antara Penjual dengan Pembeli bahwa cara pembayaran dengan L/C mengharuskan Pembeli yang merupakan pihak pemohon pembukaan L/C, memohon ke bank agar diterbitkan L/C dengan syarat-syarat yang sama dalam sales contractnya dan syarat-syarat umum lainnya.
Proses terbitnya suatu L/C, mulai dari masuknya permohonan pembukaan L/C sampai diterbitkannya L/C tersebut secara umum adalah sebagai berikut :
- Pembeli atau Applicant menghubungi banknya dan menyatakan maksudnya akan membuka L/C, dengan mengisi formulir permohonan pembukaan L/C yang sudah dibakukan dari bank. Dalam formulir tersebut telah tersedia kolom tentang kondisi/syarat yang dikehendaki Pembeli/Applicant dalam L/C nya.
- Formulir permohonan dari Pembeli/Applicant akan diperiksa apakah tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Jika tidak dan setelah pemohon menyerahkan sejumlah dana sebagai jaminan atas penerbitan L/C maka bank ini akan menerbitkan L/C, yang telah diberi nomor register dan tanggal penerbitan L/C tersebut. Bank yang menerbitkan L/C ini disebut Opening Bank / Issuing Bank. Opening Bank akan meneruskan L/C nya langsung ke bank Penjual apabila bank Penjual tersebut adalah koresponden banknya, jika bukan maka akan melalui bantuan bank penerus ke bank Penjual. Kedudukan bank Penjual sebagai Paying Bank / negotiation Bank, tergantung dari hubungannya dengan issuing Bankdan syarat dari L/C itu sendiri.
- Bank Penerima L/C akan meneruskan L/C itu ke Bank Penjual apabila Bank Penjual merupakan bank penerus dan Bank Penjual akan menghubungi Penjual untuk menyampaikan bahwa ada L/C untuknya.
– Pembeli / importir / applicant , yang juga merupakan pihak pemoho penerbitan L/C;
– Opening /Issuing Bank , pihak yang menerbitkan L/C
– Paying / Negotiating Bank, pihak yang meneruskan L/C ke penjual
– Penjual / Beneficier / eksportir, pihak penerima L/C.
2. Proses
Pembayaran Letter of Credit
Setelah suatu L/C yang telah diterima oleh Bank Penjual dan memberikan ke
Penjual maka proses pembayaran L/C tersebut adalah sebagai berikut:
- Berdasarkan L/C yang diterima, Penjual menyiapkan barang yang akan dikirim dan sekaligus mengurus semua perlengkapan dokumen-dokumen yang disyaratkan dalam L/C tersebut lalu menyerahkan ke pihak bank Penjual.
- Bank Penjual yang bisa merupakan Paying Bank atau Negotiating Bank itu akan menerima dokumen dari Penjual dan memeriksanya. Bila dokumen-dokumen tersebut sudah sesuai dengan yang disyaratkan dalam L/C maka bank akan mengambil alih atau menerima semua dokumennya dan melakukan pembayaran kepada Penjual sebesar nilai nominal yang tercantum dalam L/C setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang telah ditetapkan oleh bank.
- Selanjutnya Paying Bank mengirim dokumen-dokumen yang diterima dari Penjual ke issuing Bank. Bank Pembayar hanya akan mengirim dokumen barang ke issuing Bank jika Bank Pembuka adalah Bank Penegosiasi dan dokumen keuangannya (financial documents) ke Bank Tertarik. Penentuan suatu Bank Pembuka adalah Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik atau kedua-duanya tergantung dari hubungan Bank Pembuka dengan Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik dan hal ini sudah ditentukan dalam L/C nya.
- Setelah Bank Pembuka -baik sebagai Bank Penegosiasi atau Bank Tertarik atau kedua-duanya- menerima dokumen tersebut maka diperiksanya. Jika dokumen-dokumen itu sudah sesuai dengan syarat yang diminta dalam L/C maka Bank Pembuka atau Bank Tertarik akan membayar kepada Bank Pembayar atas biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. Sedangkan Bank Penegosiasi tidak akan melakukan lagi pembayaran ke Bank Pembayar.
- Bank Pembuka menyampaikan ke pembeli bahwa dokumen-dokumen atas L/C yang dibuka telah ada.
- Pembeli membayar semua biaya yang telah dikeluarkan oleh Bank Pembuka setelah diperhitungkan dengan jaminan awal yang telah diserahkan Pembeli pada waktu L/C akan diterbitkan.
- Bank menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada Pembeli dan dokumen-dokumen itu kemudian digunakan untuk pengambilan barang oleh Pembeli.
Dari proses penerbitan dan pembayaran Letter of Credit dapat
dilihat bahwa yang menentukan dilakukannya pembayaran atas suatu L/C tergantung
pada kelengkapan dokumen yang ditentukan dalam L/C. Secara garis besar
dokumen-dokumen L/C ada 2 macam, yaitu :
- dokumen financial, yang terdiri dari wesel/draft
- dokumen barang, yang antara lain adalah commercial Invoice, Bill of Laiding, Packing List, Insurance Policy, Certificate of Origin, Certificate of Quality, Certificate of Health, PEB dan lain-lain tergantung dari jenis barang yang diperjual belikan.
Jenis dokumen barang
yang disyaratkan dalam L/C ini tergantung dari kesepakatan para pihak apa yang
diinginkan selain mengikuti kebiasaan umum dalam perdangan jenis objek jual
beli tersebut.
Apabila dokumen yang disyaratkan dalam L/C tidak sama persis dengan dokumen
yang diajukan oleh eksportir atau terdapat penyimpangan-penyimpangan maka yang
dapat dilakukan oleh Paying Bank adalah :
- menunda pembayaran dan mengembalikan dokumen tersebut ke eksportir untuk diperbaiki.
- menyarankan / meminta agar eksportir segera menghubungi importir untuk dilakukan perubahan/amandement atas syarat-syarat L/C agar sesuai dengan kondisi dokumen eksportir.
- melakukan pembayaran dengan ada jaminan dari eksportir bahwa pembayaran akan dikembalikan apabila issuing bank menolak melakukan pembayaran karena penyimpangan tersebut.
Paying Bank tidak
berwenang untuk merubah atau menafsirkan lain persyaratan dokumen dalam
L/C. Apabila atas inisiatif Paying Bank melakukan pembayaran terhadap L/C
yang persyaratannya tidak sesuai dengan L/C maka issuing bank berhak
menolak penggantian uang paying bank yang telah diterima oleh eksportir,
hal ini merupakan tanggung jawab paying bank sendiri.
Keadaan barang yang tidak sesuai dengan hal yang tertera dalam dokumen
terlampir, ini bukan merupakan tanggung jawab dari bank. Importir
dapat menggugat eksportir melalui pengadilan atau arbitrase, hal ini tergantung
perjanjian mereka yang mengatur tentang cara penyelesaian jika terjadi
perselisihan. Bank hanya berurusan dengan dokumen oleh karena itu tidak
bertanggung jawab terhadap kondisi barang yang sebenarnya.
Cara pembayaran dengan L/C ini peranan bank sangat penting karena tanpa bank
maka tidak ada L/C yang diterbitkan. Tujuan bank bertindak sebagai
penjamin atas transaksi jual beli yang dilakukan oleh applicant / importir
dengan beneficier / eksportir adalah untuk mendapat profit dari jasa yang
diberikan dan disamping itu juga untuk menunjukkan eksistensinya dan
reputasinya sebagai bank yang dipercayai diluar negeri. Menurut ketentuan
Bank Indonesia maka sekali bank telah menerbitkan L/C maka tidak dapat lagi
membatalkan L/C tersebut dengan alasan apapun kecuali L/C tersebut yang sendiri
tidak berlaku lagi karena kadaluwarsa, maksudnya karena telah melewati jangka waktu
berlakunya L/C sebagaimana telah ditentukan dalam L/C tersebut sendiri.
Hal ini untuk mencegah pembatalan L/C yang dapat merugikan salah satu pihak
yang telah mengeluarkan biaya untuk penyediaan barang. Oleh karena
itu issuing bank bertanggung jawab sepenuhnya atas L/C yang diterbitkan
sepanjang semua syarat dalam L/C telah dipenuhi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
– Cara pembayaran dengan L/C
pada perdagangan internasional adalah paling aman, baik dilihat dari segi
importir maupun eksportir. Masing-masing terlindungi kepentingannya, importir
kepentingannya telah dituangkan dalam syarat-syarat yang harus dipenuhi
oleh eksportir. Apabila syarat-syarat yang disebutkan dalam
L/C tidak dipenuhi oleh eksportir maka eksportir tentu tidak mendapat
pembayaran dari negotiating Bank. Sedangkan kalau semua syarat dalam L/C
dipenuhi oleh eksportir maka ia berhak atas sejumlah uang yang telah disebutkan
dalam nominalL/C tersebut.
– Cara pembayaran dengan L/C pada perdagangan
internasional menurut teorinya dapat dibatalkan tetapi menurut ketentuan
yang berlaku di Indonesia maka berdasarkan Surat L/c yang telah
diterbitkan tidak dapat dibatalkan dengan alasan apapun.
SARAN
SARAN
Melihat pentingnya fungsi L/C sebagai salah
satu cara pembayaran yang digunakan dalam perdagangan internasional maka
sebaiknya ketentuan L/C ini dibuat dalam bentuk peraturan yang lebih tinggi
misalnya Peraturan Pemerinah bukan hanya merupakan Surat Keputusan Bank
Indonesia.