Saturday, March 5, 2016

TUGAS 1. ILMU BUDAYA DASAR

Analisis Tentang Hubungan Antara 2 Budaya Yang Berbeda yaitu Kebudayaan Jawa Tengah dengan Kebudayaan Jakarta


I.  PENDAHULUAN

Ilmu Budaya Dasar adalah suatu ilmu yang dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang mengenal dasar-dasar kebudayaan seperti hasil budaya yang ada di Indonesia dan mengenal karakteristik serta mengenal perbedaan maupun persamaan kebudayaan yang ada didalamnya.

Manusia dan kebudayaan merupakan salah satu ikatan yang tidak bisa dipisahkan. Manusia tidak dapat hidup sendiri, karena mereka pasti memiliki hubungan dengan segala sesuatu yang ada dalam ruang lingkup hidupnya. Hal ini dapat dilihat dalam suatu lingkungan disekitar kita masing-masing. Ada yang berasal dari suku Bali, Jawa, Sunda, Batak, Madura dan sebagainya. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaannya masing-masing. Dari situlah kita sebagai manusia perlu beradaptasi dengan keadaan lingkungan hidup di sekitarnya.

Dari perbedaan tersebut, dapat dilihat bahwa Indonesia kaya akan ragam budaya dan suku bangsa. Perbedaan adalah sesuatu hal yang alami dan wajar. Perbedaan tersebut bukanlah menjadi suatu permasalahan. Justru dengan adanya perbedaan tersebut, kita jadikan suatu kekayaan sehingga tercipta suasana yang aman, tenteram dan harmonis. Dari berbagai bentuk keragaman budaya yang ada di Indonesia, disini saya akan menganalisis dua diantara kebudayaan yang ada di Indonesia, sebagai contoh yaitu kebudayaan Jawa Tengah dan kebudayaan Betawi sebagai tugas matakuliah Ilmu Budaya Dasar . Kedua budaya ini dipilih karena dari segi aspek nilai-nilai, norma, kepercayaan, dan perilaku masyarakatnya sangat berbeda.



II.  TEORI

1. Pengertian Kebudayaan dan Peradaban

Kata “kebudayaan” berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan debikian ke-budayaan dapat diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti “daya dan budi”. Karena itu mereka membedakan “budaya” adalah “daya dan budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Dalam istilah “antropologi-budaya” perbedaan itu ditiadakan. Kata “budaya” di sini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan” dengan arti sama.

2. Pengertian Manusia

Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu. Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.

Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi dan diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.

Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu, sosial, susila, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

3. Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar

Bertitik tolak dari kerangka tujuan yang telah ditetapkan, dua masalah pokok bisa dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup kajian mata kuliah IBD. Kedua masalah pokok itu adalah :

Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya (the humanities), baik dari segi masing-masing keahlian (disiplin) didalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan (antar bidang) berbagai disiplin dalam pengetahuan budaya. Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat.

Menunjuk kedua pokok masalah yang bisa dikaji dalam mata kuliah IBD, nampak dengan jelas bahwa manusia menempati posisi sentral dalam pengkajian. Manusia tidak hanya sebagai obyek pengkajian. Bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesama, dirinya sendiri, nilai-nilai manusia dan bagaimana pula hubungan dengan sang pencipta menjadi tema sentral dalam IBD. Pokok-pokok bahasan yang dikembangkan adalah :

1. Manusia dan cinta kasih
2. Manusia dan Keindahan
3. Manusia dan Penderitaan
4. Manusia dan Keadilan
5. Manusia dan Pandangan hidup
6. Manusia dan tanggungjawab serta pengabdian
7. Manusia dan kegelisahan
8. Manusia dan harapan

4. Suku Jawa Tengah

Suku Jawa adalah suku bangsa yang terbesar di Indonesia, dengan jumlahnya di sekitar 90 juta. Mereka berasal dari pulau Jawa dan menghuni khususnya di provinsi Jawa Tengah serta Jawa Timur tetapi di provinsi Jawa Barat, Banten dan tentu sahaja di Jakarta, mereka juga banyak ditemukan. Sebagai buktinya, kemana pun kita melangkahkan kaki ke bagian pelosok penjuru negeri ini, kita pasti akan menemukan suku-suku Jawa yang mendiami kawasan tersebut meskipun terkadang jumlahnya minoritas, dengan kata lain di mana ada kehidupan di seluruh Indonesia Orang Jawa selalu ada.

Suku Jawa hidup dalam lingkungan adat istiadat yang sangat kental. Adat istiadat Suku Jawa masih sering digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat. Mulai masa-masa kehamilan hingga kematian. Di dalam hal ini di manapun Suku Jawa berada akan selalu dilaksanakan dan di jadkan Ugeman atau Pathokan dalam kehidupannya.

Dan bila kita seumpama sebagai suku lain yang ada di Indonesia akan sangat dengan mudahnya berinteraksi dengan suku jawa dikarenakan suku ini mempunyai sifat dan karakter yang sangat santun dalam bermasyarakat dengan di terimanya suku Jawa sebagai bagian dari anggota masyarakat oleh suku lain di seluruh Indonesia.

5. Suku Betawi / Jakarta
 
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata "Batavia," yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda.
Diawali oleh orang Sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.
          
Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi.
Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor, orang Jawa dan Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu.
Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tiongkok, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab dan Tanjidor yang berlatar belakang ke-Belanda-an.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.



III. ANALISIS SUKU JAWA TENGAH DAN SUKU BETAWI

1. Suku Jawa Tengah

    a.  Kepercayaan

Sebagian besar suku jawa menganut agama Islam, namun ada diantara mereka yang menganut agama selai islam, baik Protestan, katoli, Hindu dan Budha. Selain itu kepercayaan suku jawa juga ada yang dikenal dengan kepercayaaan agama kejawen, kepercayaan ini berdasarkan kepercayaan animisme yang dipengaruhi Hindu budha yang melekat. Suku jawa mempunyai sifat sinkretisme kepercayaan, dengan sifat ini mereka menyerap semua budaya luar serta mereka tafsirkan menurut nilai-nilai jawa, sehingga kepercayaan yang ada pada diri seseorang kadangkala menjadi kabur

     b. Tata Bahasa dan Cara Berbicara 

Bahasa Jawa memiliki aturan perbedaan kosa kata dan intonasi berdasarkan hubungan antara pembicara dan lawan bicara, yang dikenal dengan undhak-undhuk. Setidaknya, dikenal tiga bentuk undhak-undhuk, yakni : Ngoko (Ngaka), Madya dan Krama inggil. Ngoko (Ngaka), yaitu bahasa jawa kasar yang digunakan untuk berbicara dengan antar teman. Madya, yaitu bahasa jawa biasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua. Sedangkan Krama yaitu bahasa jawa halus yang digunakan untuk berbicara kepada orang-orang yang tua yang terhormat (kerajaan). Logatnya pun sangat medhok. Aspek kebahasaan ini memiliki pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, dan membuat orang Jawa biasanya sangat sadar akan status sosialnya di masyarakat.

     c. Kekeluargaan

Pada umumnya orang Jawa hanya berhubungan dengan keluarga intinya, yaitu orang tua saudara kandung, saudara kandung orang tua. Kekerabatan orang Jawa juga akan meluas ketika terjadi perkawinan antara dua orang yang melangsungkan perkawinan sah menurut agama dan adat



2. Suku Jakarta / Betawi

     a.  Kepercayaan

Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
     
     b. Tata Bahasa dan Cara Berbicara 

Sifat campur-aduk dalam dialek betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di nusantara maupun kebudayaan asing. Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, namun bahasa informal atau bahasa percakapan yang digunakan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Ciri yang khas dalam bahasa Betawi terdapat pada setiap akhir kata, dimana bunyi yang banyak terdengar adalah huruf “e”. Misalnya, “ente mau pade kemane?”

     c. Kekeluargaan

Dikalangan orang Betawi juga berlaku istilah menyapa dan menyebut sesuai dengan sistem kekerabatan yang adil dalam bahasa Betawi. Mereka mengenal istilah menyapa dan menyebut sampai tingkat tujuh turunan. Hal tersebut dipandang cukup penting untuk diketahui karena apabila seseorang ingin melakukan hajatan maka dalam salah satu doa yang diucapkan dikirimkan juga doa-doa untuk para kerabat yang telah meninggal maupun yang masih hidup sampai tujuh turunan.



IV. DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat (1984). Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka. P. 153-158

Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Muhadjir, dkk, 1984. Morologi Dialek Jakarta: Afiksasi dan Reduplikasi. Jakarta: Djambatan

Muhadjir, dkk, 1986. Peta Seni Budaya Jakarta. Dinas Betawi Kebudayaan DKI Jakarta

Sedyawati, Edi dan Sapardi Djoko Damono, editor. Seni dalam Masyarakat Indonesia, Jakarta:Penerbit PT Gramedia, 1983

J. A. Niels Mulder, Alois A. Nugroho. 1984. Kebatinan dan hidup sehari-hari orang Jawa: kelangsungan dan perubahan Kulturil. Jakarta: Penerbit PT Gramedia

Saidi, Ridwan. 1997. Profil orang Betawi: asal muasal, kebudayaan, dan adat istiadatnya.

Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, 1978