BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu adanya liberalisasi perdagangan, seperti pemberlakuan ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) yang secara efektif telah berlaku tahun 2010. Disisi lain, Pemerintah telah menyepakati perjanjian kerja sama ACFTA ataupun perjanjian lainnya, namun tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu kesiapan UMKM agar mampu bersaing. Sebagai contoh kesiapan kualitas produk, harga yang kurang bersaing, kesiapan pasar dan kurang jelasnya peta produk impor sehingga positioning persaingan lebih jelas. Kondisi ini akan lebih berat dihadapi UMKM Indonesia pada saat diberlakukannya ASEAN Community yang direncanakan tahun 2015. Apabila kondisi ini dibiarkan, UMKM yang disebut mampu bertahan hidup dan tahan banting pada akhirnya akan bangkrut juga. Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat UMKM sebagai fundamental ekonomi nasional, perlu kiranya diciptakan iklim investasi domestik yang kondusif dalam upaya penguatan pasar dalam negeri agar UMKM dapat menjadi penyangga (buffer) perekonomian nasional. Masalah lain yang dihadapi dan sekaligus menjadi kelemahan UMKM adalah kurangnya akses informasi, khususnya informasi pasar (Ishak, 2005). Hal tersebut 4 menjadi kendala dalam hal memasarkan produk-produknya, karena dengan terbatasnya akses informasi pasar yang mengakibatkan rendahnya orientasi pasar dan lemahnya daya saing di tingkat global. Miskinnya informasi mengenai pasar tersebut, menjadikan UMKM tidak dapat mengarahkan pengembangan usahanya secara jelas dan fokus, sehingga perkembangannya mengalami stagnasi. Kemampuan UMKM dalam menghadapi terpaan arus persaingan global memang perlu dipikirkan lebih lanjut agar tetap mampu bertahan demi kestabilan perekonomian Indonesia. Selain itu faktor sumber daya manusia di dalamnya juga memiliki andil tersendiri. Strategi pengembangan UMKM untuk tetap bertahan dapat dilakukan dengan peningkatan daya saing dan pengembangan sumber daya manusianya agar memiliki nilai dan mampu bertahan menghadapi pasar ACFTA, diantaranya melalui penyaluran perkreditan (KUR), penyediaan akses informasi pemasaran, pelatihan lembaga keuangan mikro melalui capacity building, dan pengembangan information technology (IT). Demikian juga upaya-upaya lainnya dapat dilakukan melalui kampanye cinta produk dalam negeri serta memberikan suntikan pendanaan pada lembaga keuangan mikro. Keuangan mikro telah menjadi suatu wacana global yang diyakini oleh banyak pihak menjadi metode untuk mengatasi kemiskinan (ref). Berbagai lembaga multilateral dan bilateral mengembangkan keuangan mikro dalam berbagai program kerjasama. Pemerintah di beberapa negara berkembang juga telah mencoba mengembangkan keuangan mikro pada berbagai program pembangunan. Lembaga swadaya masyarakat juga tidak ketinggalan untuk turut berperan dalam aplikasi keuangan mikro (Prabowo dan Wardoyo, 2003).
1.2 Perumusan Masalah
Pasar bebas ASEAN yang akan efektif diberlakukan pada tahun 2015 merupakan titik rawan perjuangan UMKM dan ekonomi kerakyatan. Berbagai kemudahan perdagangan antar negara seperti pembebasan bea impor dan kemudahan birokrasi akan mendorong meningkatnya impor komoditas ke negara-negara ASEAN. Iklim perdagangan tidak hanya akan didominasi oleh negara-negara ASEAN saja, akan tetapi juga perlu dipertimbangkan kehadiran China dengan produk-produknya yang memiliki daya saing tinggi dilihat dari harga dan kandungan teknologi. Oleh karena itu dibutuhkan strategi yang tepat untuk meningkatkan daya saing dan sumber daya manusia khususnya untuk menghadapi pasar bebas ACFTA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Capacity Building
Secara umum capacity building adalah proses atau kegiatan memperbaiki kemampuan seseorang, kelompok, organisasi atau sistem untuk mencapai tujuan atau kinerja yang lebih baik (Brown et. al, 2001). Capacity building adalah pembangunan keterampilan (skills) dan kemampuan (capabilities), seperti kepemimpinan, manajemen, keuangan dan pencarian dana, program dan evaluasi, supaya pembangunan organisasi efektif dan berkelanjutan. Ini adalah proses membantu individu atau kelompok untuk mengidentifikasi dan menemukan permasalahan dan menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan melakukan perubahan. (Campobaso dan Davis, 2001) Capacity building difasilitasi melalui penetapan kegiatan bantuan teknik, meliputi pendidikan dan pelatihan, bantuan teknik khusus (specific technical assitance) dan penguatan jaringan. Prinsip yang perlu diterapkan adalah membangun keberdayaan ekonomi rakyat melalui pengembangan kapasitas (capacity building), mencakup :
1) kelembagaan;
2)pendanaan,
3) pelayanan.
Di samping itu masalah internal yang harus dihadapi adalah masalah efisiensi, keterbatasan SDM dan teknologi (Krisnamurthi, 2002).
2.2 Pasar Bebas Asean dan ACFTA (Asean China Free Trade Area)
Demikian juga, sejak disepakatinya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2010 mengharuskan pemerintah Indonesia. Pertama, apakah pemerintah Indonesia untuk melakukan sosialisasi terhadap publik mengenai kesepakatan ACFTA. Disamping itu pemerintah Indonesia diharapkan memiliki strategi besar untuk menghadapi ACFTA. Terkait dengan persepsi publik terhadap kesepakatan ACFTA. Sosialisasi penting untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan pemerintah Indonesia sebelum ACFTA diberlakukan. Dalam surveinya, LSI mengajukan beberapa pertanyaan terhadap publik menyangkut ACFTA. Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa hanya sebagian kecil saja publik Indonesia yang mengetahui atau pernah mendengar kesepakatan/perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China yang mulai berlaku pada 1 Januari 2010, terdapat 26,711 persen publik yang pernah mendengar mengenai kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China. Dari mereka yang pernah mendengar mengenai kesepakatan perdagangan bebas ASEAN-China, mayoritas publik (51,9 persen) mengatakan tidak setuju dengan kesepakatan perdagangan bebas.
Ternyata temuan survei LSI tersebut menunjukkan bahwa publik cenderung mempersepsikan berlakunya ACFTA secara negatif. Publik menilai adanya perdagangan bebas ASEAN-China justru dapat membahayakan pasar dalam negeri dan ini jelas dapat merugikan neraca perdagangan Indonesia. Artinya China yang justru diuntungkan dengan adanya perdagangan bebas dan bukan Indonesia. Hal penting berikutnya terkait dengan kesiapan atau strategi besar pemerintah Indonesia menghadapi ACFTA. Dalam hal ini tampak bahwa pemerintah Indonesia sama sekali tidak mempersiapkan dirinya secara matang. Sebagaimana diakui oleh Menteri Perindustrian MS Hidayat yang mengatakan bahwa pemerintah tidak mempunyai strategi besar dalam menghadapi Kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN-China(ACFTA). Meskipun pemerintah Indonesia telah mengusulkan untuk melakukan renegosiasi untuk 228 pos tarif produk yang berpotensi injuries agar pengenaan bebas bea masuk dapat ditunda pelaksanaanya, namun hal itu tidak berjalan dan Indonesia terpaksa harus terus berjalan dengan mekanisme ACFTA. Akibatnya adalah enam produk terkena dampak langsung (injuries) karena ACFTA, yaitu industri tekstil dan produk tekstil/TPT, makanan dan minuman, elektronik, alas kaki, kosmetik, serta industri jamu.
2.3 Peningkatan Daya Saing Produk Indonesia
Menurut Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD)
menyebutkan
bahwa daya saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah,
negara, atau
antar daerah untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan
yang relatif
tinggi dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional.
Oleh karena
daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan, maka
kebijakan
pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor industri
secara utuh
sebagai dasar pengukurannya. Sedangkan menurut Tambunan, 2001, tingkat daya
saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat
ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative
advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih
lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap ebagai faktor yang bersifat
alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai
faktor yang
bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan. Selain dua faktor
tersebut,
tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga dipengaruhi oleh apa yang
disebut Sustainable
Competitive Advantage (SCA) atau keunggulan daya saing
berkelanjutan.
Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat persaingan global yang
semakin lama
menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper Competitive.
Analisis
Persaingan yang super ketat (Hyper Competitive Analysis) menurut
D’Aveni
dalam (Hamdy, 2001), merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada
akhirnya
setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi yang
tepat, agar
negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi persaingan
global yang
sangat sulit. Menurut Hamdy Hadi, strategi yang tepat adalah strategi SCA
(Sustained
Competitive Advantage Strategy) atau strategi yang berintikan upaya
perencanaan
dan kegiatan operasional yang terpadu, yang mengkaitkan 5 lingkungan
eksternal
dan internal demi pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka panjang,
dengan
disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan sustainable real
income secara efektif dan efisien. Menurut The
Global Competitiveness Report, tahun 2011 peringkat daya saing Indonesia
mengalami penurunan menjadi 46 dibanding tahun 2010 yang berada di posisi Hal
ini menuntut perlunya dilakukan kaji ulang terhadap kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Kementerian dan lembaga yang
membidangi setiap pilar dan indikator yang mengalami penurunan peringkat perlu
bekerja lebih dari biasa untuk menaikkan peringkat pada masing-masing indikator
dan pilar daya saing tersebut. Selain itu, berbagai faktor umum yang menghambat
peningkatan daya
2.4 Agency
Theory
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Posisi UMKM Dalam Pasar Bebas Asean
Beberapa kendala UMKM yang banyak dialami negara-negara berkembang termasuk Indonesia antara lain adalah masalah kurangnya bahan baku yang mesti harus diimpor dari negara lain untuk proses produksi. Disamping itu pemasaran barang, permodalan, ketersediaan energi, infrastruktur dan informasi juga merupakan permasalahan yang sering muncul kemudian, termasuk masalah-masalah non fisik seperti tingginya inflasi, skill, aturan perburuhan dan lain sebagainya. Tabel 3 di bawah ini memperlihatkan kendala-kendala yang sering dialami negara Asean termasuk Indonesia.
3.2
Pentingnya Pemberdayaan UMKM
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
- Strategi untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit. Saat ini skim kredit yang sangat familiar di masyarakat adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang khusus diperuntukkan bagi UMKM dengan kategori usaha layak, tanpa agunan. Selain itu penguatan lembaga pendamping UMKM dapat dilakukan melalui kemudahan akses serta peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM.
- Strategi untuk mengantisipasi mekanisme pasar yang makin terbuka dan kompetitif khususnya di kawasan Asean adalah penguasaan pasar, yang merupakan prasyarat untuk meningkatkan daya saing UMKM. Agar dapat menguasai pasar, maka UMKM perlu mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat, baik informasi mengenai pasar produksi maupun pasar faktor produksi untuk memperluas jaringan pemasaran produk yang dihasilkan oleh UMKM. Aplikasi teknologi informasi pada usaha mikro, kecil dan menengah akan mempermudah UMKM dalam memperluas pasar baik di dalam negeri maupun pasar luar negeri dengan efisien. Pembentukan Pusat Pengembangan UMKM berbasis IT dianggap mampu mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di era teknologi informasi saat ini.
4.2 Saran
- Untuk meningkatkan daya saing diperlukan sinergi antara peran pemerntah selakupembuat kebijakan serta lembaga pendamping, khususnya lembaga keuangan mikro untuk mempermudah akses perkreditan dan perluasan jaringan informasi pemasaran. Selain itu, budaya mencintai produksi dalam negeri juga perlu dipupuk agar UMKM berkembang dan perekonomian nasional menjadi lebih kuat.
- Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah perlu aktif untuk bekerjasama dan berkoordinasi dengan Pemerintah maupun Pemerintah Daerah untuk terus melakukan pembinaan dan pelatihan melalui peningkatan capacity building dan penerapan aplikasi information technology (IT), termasuk mengefektifkan kembali web Pemda-Pemda saat ini yang tidak optimal sebagai basis komunikasi UMKM di daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Bank
Indonesia. 2011. Five Finger Philosophy:Upaya Memberdayakan UMKM,
kses 3
oktober 2011)
diakses 12
oktober 2011
Djunaedi,
Achmad. 2000. Pedoman Penulisan Tinjauan Pustaka. Yogyakarta :
Pascasarjana UGM
No comments:
Post a Comment