BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Namun upaya pemberdayaan tersebut belum memberikan hasil yang maksimal dan membawa daya ungkit (leverage) yang kuat bagi para pelaku UMKM pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan pelaku bisnis yang bergerak pada berbagai bidang usaha, yang menyentuh kepentingan masyarakat. Berdasarkan data BPS (2003), populasi usaha kecil dan menengah (UKM) jumlahnya mencapai 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UKM memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Semenrtara itu, kontribusi UKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen.
Dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia, sektor UMKM memiliki peranan yang sangat stategis dan penting yang dapat ditinjau dari berbagai aspek.
Pertama, jumlah industrinya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2002, jumlah UMKM tercatat 41,36 juta unit atau 99,9% dari total unit usaha. Kedua, potensinya yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Setiap unit investasi pada sektor UMKM dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bila dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha besar. Sektor UMKM menyerap 76,55 juta tenaga kerja atau 99,5% dari total angkatan kerja yang bekerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukan PDB cukup signifikan yakni sebesar 55,3% dari total PDB.
Salah satu
upaya peningkatan dan pengembangan UMKM dalam perekonomian nasional dilakukan
dengan mendorong pemberian kredit modal usaha kepada UMKM. Dari sudut
perbankan, pemberian kredit kepada UMKM menguntungkan bagi bank yang
bersangkutan. Pertama, tingkat kemacetannya relatif kecil. Hal ini
terutama disebabkan oleh tingkat kepatuhan nasabah usaha kecil yang lebih
tinggi dibandingkan nasabah usaha besar. Kedua, pemberian kredit kepada
UMKM mendorong penyebaran risiko, karena penyaluran kredit kepada usaha kecil
dengan nilai nominal kredit yang kecil memungkinkan bank untuk memperbanyak
jumlah nasabahnya, sehingga pemberian kredit tidak terkonsentrasi pada satu
kelompok atau sektor usaha tertentu. Ketiga, kredit UMKM dengan jumlah
nasabah yang relatif lebih banyak akan dapat mendiversifikasi portofolio kredit
dan menyebarkan risiko penyaluran kredit. Keempat, suku bunga kredit
pada tingkat bunga pasar bagi usaha kecil bukan merupakan masalah utama,
sehingga memungkinkan lembaga pemberi kredit memperoleh pendapatan bunga
yang memadai. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa ketersediaan dana pada
saat yang tepat, dalam jumlah yang tepat, sasaran yang tepat dan dengan
prosedur yang sederhana lebih penting dari pada bunga murah maupun subsidi.
Namun dari
beberapa hal yang melatar belakangi seperti tersebut di atas, masih belum cukup
menjadi landasan keyakinan bahwa pelaku UMKM akan mendapatkan kemudahan dalam
hal pengajuan fasilitas kredit modal usaha ke lembaga-lembaga pemberi kredit
baik perbankan maupun non perbankan. Hingga saat ini masih banyak pelaku
UMKM yang mengalami permasalahan dalam hal pengajuan kredit usaha.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di tarik beberapa permasalahan, di antaranya :
1. Bagaimana perkembanagan UMKM di Indonesia?
2. Bagaimana peranan UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi?
3. Bagaimana strategis pengembangan UMKM di indonesia?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam rangka mendukung pemberdayaan dan pengembangan UMKM terutama dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM, upaya Bank Indonesia antara lain melalui penerapan kebijakan kredit, pemberian bantuan teknis kepada UMKM melalui Konsultan Keuangan Mitra Bank, penelitian mengenai pola pembiayaan kepada UMKM, penyediaan sistem informasi pembiayaan usaha kecil dan pemberian bantuan teknis.
BAB III
PEMBAHASAN
- Perkembangan UMKM di Indonesia
Perkembangan
peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang besar ditunjukkan oleh
jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan
nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah
UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha
menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3
juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UMKM telah
menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga
kerja pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit.
Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya
dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam PDB pada tahun 2003 adalah
sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun
2000. Sementara itu pada tahun 2003, jumlah koperasi sebanyak 123 ribu unit
dengan jumlah anggota sebanyak 27.283 ribu orang, atau meningkat masing-masing
11,8 persen dan 15,4 persen dari akhir tahun 2001.
Berbagai
hasil pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan koperasi dan
UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya
berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain RUU tentang penjaminan
kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi
UMKM, RPP tentang KSP, tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit
Indonesia, berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai
kabupaten/kota dan terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah,
terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu
pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi, berkembangnya jaringan layanan
pengembangan usaha oleh BDS providers di daerah disertai terbentuknya
asosiasi BDS providers Indonesia, meningkatnya kemampuan permodalan
sekitar 1.500 unit KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor
agribisnis, terbentuknya pusat promosi produk koperasi dan UMKM, serta
dikembangkannya sistem insentif pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan
berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil tersebut, telah
mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan
lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan.
Perkembangan
UMKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya
peningkatan kualitas UMKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya
produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UMKM
yaitu: rendahnya kualitas SDM UMKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan
teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UMKM, dan
terbatasnya akses UMKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar,
serta faktor produksi lainnya. Sedangkan masalah eksternal yang dihadapi oleh
UMKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang
mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas
formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UMKM di
Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan
perizinan. Sementara itu, kurangnya pemahaman tentang koperasi sebagai badan
usaha yang memiliki struktur kelembagaan (struktur organisasi, struktur
kekuasaan, dan struktur insentif) yang unik/khas dibandingkan badan usaha
lainnya, serta kurang memasyarakatnya informasi tentang praktek-praktek
berkoperasi yang benar (best practices) telah menyebabkan rendahnya
kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi. Bersamaan dengan masalah
tersebut, koperasi dan UMKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan
oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan
bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi.
Secara umum,
perkembangan koperasi dan UMKM dalam tahun 2006 diperkirakan masih akan
menghadapi masalah mendasar dan tantangan sebagaimana dengan tahun sebelumnya,
yaitu rendahnya produktivitas, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif,
rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi koperasi, dan tertinggalnya
kinerja koperasi.
Pada tahun
2008, kontribusi UMKM terhadap penciptaan devisa nasional melalui ekspor non
migas mengalami peningkatan sebesar Rp. 40,75 triliun atau 28,49% yaitu dengan
tercapainya angka sebesar Rp. 183,76 triliun atau 20,17% dari total nilai
ekspor non migas nasional (www.bps.go.id). Selanjutnya pada tahun 2008,
kontribusi UMKM terhadap total PDB nasional adalah sebesar Rp. 1.165,26 triliun
atau 58,33%.
Kemudian
pada tahun 2008, UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau
97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Jumlah ini meningkat
sebesar 2,43% atau 2.156.526 orang dibandingkan tahun sebelumnya. UMKM masih
akan menjadi primadona bagi pengemabngan ekonomi daerah di masa mendatang.
Banyak program yang telah dijalankan untuk memberdayakan UMKM sejak hampir 10
tahun yang lalu, namun hasilnya sampai saat ini belum menggembirakan. Sehingga
perlu dicarikan Model baru yang berbeda dengan yang sebelumnya agar UMKM tidak
jalan di tempat.
Dibutuhkan
usaha-usaha strategik guna memberdayakan UMKM agar dapat menjadi penopang
perekonomian lokal seperti yang terjadi di Jepang dan Taiwan. Oleh karena itu
upaya mengembangkan dan memberdayakan UMKM agar hasil yang diperoleh memiliki multiplier
effect yang tinggi menjadi sangat penting saat ini, khususnya dalam
meningkatkan daya saing. Dengan daya saing itu diharapkan bisa meningkatkan
pendapatan UMKM , tidak tergilas perdagangan bebas, dan berdampak pada
kesejahteraan masyarakat. Kini UMKM memiliki peluang untuk terus berkembang.
Perkembangan
UMKM di Indonesia masih terhambat sejumlah persoalan. Beberapa hal yang masih
menjadi penghambat dalam pengembangan UKM ditinjau dari dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal UKM, dimana penanganan masing-masing faktor harus
bersinergi untuk memperoleh hasil yang maksimal, yaitu: (1) Faktor Internal :
merupakan masalah klasik dari UKM yaitu lemah dalam segi permodalan dan segi
manajerial (kemampuan manajemen, produksi, pemasaran Simposium Nasional
2010: Menuju Purworejo Dinamis dan Kreatif – 3 dan sumber daya manusia);
(2) Faktor Eksternal : merupakan masalah yang muncul dari pihak pengembang dan
pembina UKM, misalnya solusi yang diberikan tidak tepat sasaran, tidak adanya
monitoring dan program yang tumpang tindih antar institusi.
Dalam sketsa
ekonomi nasional, setelah terjadi krisis ekonomi usaha mikro kecil menengah
lebih efisien dan memiliki ketahanan yang lebih baik di bandingkan dengan usaha
besar, sedangkan UMKM sendiri terbukti berkembang dan mampu mempercepat
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Untuk mengetahui banyak
sedikitnya UMKM yang berkembang di indonesia dapat di lihat melalui tabel
berikut:
Dari tahun
ke tahun UMKM yang di adakannya termasuk industri kecil di indonesia semakin
meningkat. Rata-rata kenaikan jumlah unit usaha UMKM sebesar 3.55% atau sebesar
1.574.696 tiap tahunnya, namun yang paling besar pengaruhnya terlihat pada
tahun 2009 sebesar 8.25% atau sebesar 3.885.548 dari 47.109.555 unit UMKM.
- Peranan UKM Dalam Perekonomian
Negara-negara berkembang yang mulai mengubah orientasinya ketika melihat pengalaman di negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM dalam pertumbuhan ekonomi. Ada perbedaan titik tolak antara perhatian terhadap UKM di negara-negara sedang berkembang (NSB) dengan di negara-negara industri maju. Di NSB, UKM berada dalam posisi terdesak dan tersaingi oleh usaha skala besar. UKM sendiri memiliki berbagai ciri kelemahan, namun begitu karena UKM menyangkut kepentingan rakyat/masyarakat banyak, maka pemerintah terdorong untuk mengembangkan dan melindungi UKM. Sedangkan di negara-negara maju UKM mendapatkan perhatian karena memiliki faktor-faktor positif yang selanjutnya oleh para cendekiawan (sarjana –sarjana) diperkenalkan dan diterapkan ke NSB.
- Strategi Pengembangan UMKM
- Mengoptimalkan peran KKMB dalam membina dan melakukan pendampingan para UMKM prospek yang akan mengajukan permohonan kredit usaha
- Mensosialisasikanpembiayaan bagi hasil atau modal ventura
- Meningkatkan peran serta lembaga penjamin kredit untuk para UMKM prospek yang terbentur akan adanya persyaratan agunan. Diharapkan dengan dilaksanakannya strategi-strategi di atas, para UMKM prospek tidak lagi mengalami kesulitan dalam hal pengajuan kredit modal usaha dari Lembaga Penyalur Kredit.
Pemberdayaan UMKM Dalam Perekonomian
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan Koperasi merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian terbesar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Dengan demikian upaya untuk memberdayakan UMKM harus terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro, meso dan mikro yang meliputi:
- penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi;
- pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia;
- pengembangan kewirausahaan dan keunggulan kompetitif usaha kecil dan menengah (UKM);
- pemberdayaan usaha skala mikro untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang bergerak dalam kegiatan usaha ekonomi di sektor informal yang berskala usaha mikro, terutama yang masih berstatus keluarga miskin. Selain itu, peningkatan kualitas koperasi untuk berkembang secara sehat sesuai dengan jati dirinya dan membangun efisiensi kolektif terutama bagi pengusaha mikro dan kecil.
Kedudukan UMKM di Indonesia
Kedudukan UKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari :
1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor;
2. Penyedia lapangan kerja yang terbesar;
3. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat;
4. Pencipta pasar baru dan inovasi; serta
5. Sumbangan dalam menjaga neraca pembayaran melalui sumbangannya dalam menghasilkan ekspor.
Secara garis besar kebijakan Pemerintah dalam pengembangan UKM semasa krisis dimulai dengan menggerakkan sektor ekonomi rakyat dan koperasi untuk pemulihan produksi dan distribusi kebutuhan pokok yang macet akibat krisis Mei 1998. Hingga akhir tahun 1999 upaya ini secara meluas didukung dengan penyediaan berbagai skema kredit
program yang kemudian mengalami kemacetan. Sejak 2000 dengan keluarnya UU 25 tentang PROPENAS secara garis besar kebijakan pengembangan UKM ditempuh dengan tiga kebijakan pokok yaitu ;
1. Penciptaan iklim kondusif,
2. Meningkatkan akses kepada sumberdaya produktif, dan
3. Pengembangan kewirausahaan.
Daftar
Pustaka
No comments:
Post a Comment